Besar, Kuat dan Pantang Menyerah Seperti Gajah

Rabu, 18 November 2015

Dia yang Kamu Tunggu

Kamu pernah ga sih ngerasain terbang setinggi langit waktu suka sama orang, rasanya berasa kamu manusia paling sempurna yang udah tuhan ciptakan. Semua nyawa kamu berotasi pada dia sang pujaan hati, kamu merasa bahwa dia adalah tujuan kamu hidup. Pagi-pagi yang kamu pikirkan hanya dia, apa dia sudah bangun disana, tidak akan terlambat. Sampai-sampai kamu merelakan waktu kamu saat bangun tidur yang harusnya untuk bermanja-manjaan dengan kasur kamu gunakan untuk menghubungi dia lewat telpon. Walaupun hanya lewat telpon, tapi kalau kamu sudah mendengarnya kamu sudah merasa tenang. Siangnya kamu ingin memasatikan apa dia sudah kenyang disana, kamu tanya dia lagi dan dia menjawab dengan nada semangat sambil bercerita. Malamnya kamu cemas karena tidak mendapat kabar darinya tapi langsung tersenyum ketika ada pesan yang membertahumu bahwa dia sudah dirumah dengan selamat.
Disaat yang membosankan hanya dia yang bisa membuat senyummu muncul kembali, walaupun hanya dengan sapaan 'hai'. Bagi orang yang tidak mengerti perasaan mu mungkin sangat sepele, tapi itu berarti besar untuk mu. Sekian lama kesibukan mulai datang, menganggu kehangatan hubungan mu dengan dia. Intensitas percakapan yang biasa dilakukan setiap hari menjadi hanya beberapa kali dalam seminggu, parahnya kalau dia sudah tidak menghubungimu selama 1 bulan lebih.
Apa yang akan kamu lakukan? menghubunginnya duluan hanya untuk mengucapkan 'aku kangen kamu', kurasa itu tidak mungkin, karena pada saat ini menyapanya hanya dengan kata 'hai' saja sudah sangat sulit. Butuh sejuta alasan untuk mengirimkan itu. Hingga kamu mengurungkan niat mu, dan pesannya hanya tersimpan di draft. Lama kelamaan akhirnya kamu sudah terbiasa tanpa dia.
Tapi memang dasar dia, dia yang kamu sukai. Tiba-tiba datang lalu menyapa mu kembali, sudah membuat jantung mu berbunga-bunga. Kamu melupakan kesengsaraan yang kamu rasakan selama beberapa minggu terakhir. Memang segitu kuatnya dia dalam mempengaruhi jiwa mu.
Dia yang kamu tunggu, semoga mengerti apa perasaan mu disaat itu. Semoga dia mengerti dan menjaga hati nya hanya untuk mu. Salam yang menunggu mu.
0

Minggu, 08 November 2015

Cerita Sore


            Hujan rintik-rintik sore ini membuat aku tertidur dibis, saat aku hendak pulang dari kampus ke rumah. Walaupun bis ini dalam keadaan penuh tapi terasa hening sekali, karena semuanya sedang melakukan kegiatannya masing-masing ada yang sedang memainkan handphonenya, medengarkan musik, bahkan tidur sepertiku. Untung ada seorang pengamen kecil yang bernyanyi, menyelamatkan bis ini dari kesunyian,  lantunan suara pengamen dengan gitar kecilnya, ditambah dengan suara rintikan hujan yang merdu membuat aku tenggelam dalam tidur.
            Ketika sampai dihalte, bis yang aku tumpangi berhenti untuk menaikan penumpang. Aku terbangun karena suaranya lumayan gaduh berbeda dengan tadi. Banyak juga penumpang yang naik, sehingga menambah kepadatannya. Aku mengambil handphone serta earphone, niatnya aku hendak melanjutkan tidur dengan mendengar lagu dari handphone.
            Tidak beberapa lama aku sudah memejamkan mata, tapi ada seseorang yang menyenggol ku dan duduk dibangku samping sebelahku. Seorang laki-laki dengan perawakan yang cukup tinggi, rambut dan bajunya basah, sepertinya dia seumuran denganku.
“mba saya boleh duduk disini kan?” tanyanya dengan senyum
“duduk aja mas.” Jawabku singkat, ku perhatikan dia manis juga, dia duduk memandang kedepan, tasnya yang besar dipangku.
“mbanya turun dimana?” Sepertinya dia orang yang ramah.
“saya nanti turun diterminal, mas turun dimana?”
“saya juga nanti turun diterminal.” hening tak ada pertanyaan lagi, mungkin dia merasa tidak nyaman dengan sikapku.
            Bis berhenti dihalte selanjutnya, untuk menurukan dan mengambil penumpang. Saat menaikan penumpang ada seorang nenek naik dan berdiri disamping laki-laki itu, tiba-tiba dia berdiri dan menawarkan kursinya untuk diduduki oleh si nenek. Seketika aku berpikir, masih ada juga orang seperti itu dizaman sekarang yang masih merelakan bangkunya diberikan kepada orang tua, aku salut kepada laki-laki itu.
            Nenek itu pun duduk disebelahku, dia mengobrol dengan laki-laki itu bagai seorang cucu dan neneknya terlihat hangat. Nenek itu mengajakku untuk bergabung juga dengan obrolan mereka. Mulai dari hal politik, ekonomi, bahkan sampai artis-artis indonesia. Dia berbicara dengan senyumnya, kurasa dia juga pintar. Sehingga kami lumayan bising ditengah-tengah orang yang sedang tertidur dibis ini.

            Setelah obrolah yang ‘berat’, kami sampai juga di stasiun. Ternyata tujuan kami berbeda-beda, setelah berpamitan aku turun dari bis dan berpisah dengan nenek itu, dan si laki-laki yang serba tau.
6

Minggu, 01 November 2015

Senyum Menenangkan


Hari ini aku duduk dikafe tempat langgananku untuk menulis, tempat yang digunakan untuk menumpahkan semua perasaan ku, sehingga bisa kalian baca saat ini. Ketika aku sedang menulis ada sesuatu yang membuatku mengalihkan pandangan kepadanya, seorang laki-laki yang duduk dimeja seberang dengan wajah serius miliknya dan dengan tambahan bulu-bulu halus diatas bibirnya. Manisnya, kurasa aku suka kepadanya.
Bagiku suka kepada seseorang tidak perlu banyak kata atau bagaimana proses yang membuat kita suka kepadanya, hanya menatapnya saja bila itu membuat tenang aku berpikir bahwa aku suka. Aku memerhatikannya dengan curi-curi pandang, sepertinya  aku tidak punya keberanian untuk menatapnya secara terang-terangan. Ah, curi-curi pandangku kayanya ketahuan. Dia mulai menengok kearahku merasakan ada yang memerhatikannya, kuharap dia tidak tau orang yang menatapnya secara sembunyi-sembunyi itu aku.
Aku berpikir sedang apa ya dia disini, hanya mengerjakan tugasnya, menunggu temannya atau yang paling parah dia sedang menunggu orang yang dia kasihi. Untuk kemungkinan terakhir aku tidak kuat bila itu harus terjadi. Ternyata benar beberapa menit kemudian ada seorang pria yang datang kepadanya, kurasa mereka teman sebaya, senyumnya mengembang, hatiku terasa sangat sejuk ingin rasanya senyumnya hanya untukku walaupun aku sadar bagaimana mau mendapatkan senyumnya kenal saja tidak.
Melihatnya cukup menguras tenaga, aku kekasir untuk memesan minuman favoritku ‘kopi susu’. Sudah aku memesan minuman itu, aku kembali ketempat ku untuk melanjutkan kegiatan ku yang menyenangkan. Yaps, curi-curi pandang kearah orang itu. saat aku sedang berjalan, aku tidak menyadari bahwa tali sepatu yang ku kenakan lepas ikatannya hingga tanpa sengaja terinjak dan membuatku terjatuh. Kayanya aku tadi sempat mendorong orang hingga dia terjatuh juga.
“maaf, maaf gua ga sengaja lu gpp kan?” tanyaku spontan kepada orang itu
“iya, gua gpp. Lain kali hati-hati ya, btw jangan lupa tali sepatunya diiket dulu.” Jawab orang itu dengan senyum, ah aku tidak asing dengan senyumnya, orang itu, entahlah aku harus malu atau senang mendapat senyumnya dengan cara seperti ini.
            Setelah aku duduk, keberanian tadi untuk curi-curi pandang hilang semua berganti rasa malu yang tiada tara. Aku malu, kayanya aku harus berganti muka deh kalau bisa. Pesananku datang, aku buru-buru meminumnya dan merapihkan laptop yang kupakai untuk mengetik, lalu pulang. Kuharap aku bisa bertemu dengannya si “senyum menenangkan”.
42