Besar, Kuat dan Pantang Menyerah Seperti Gajah

Sabtu, 23 April 2016

Pertemuan Khayalan

To: Fariz
‘Kalau misalnya aku suka sama kamu gimana?’
            Malam ini perasaan Rani sangat tidak karuan, dia menyukai orang yang dikenalnya hampir 1 tahun, Fariz namanya. Rani dan Fariz bertemu lewat website di internet. Awalnya, mereka mengobrol mengenai perbedaan sudut pandang, pendapat tentang kehidupan, dll. Kenapa berbeda? Karena Fariz yang Rani suka adalah seorang santri disalah satu pesantren didaerah Jawa Tengah, sedangkan Rani sendiri adalah siswi SMA didaerah Jawa Barat.
            Awal perkenalan, mereka banyak bercerita tentang perbedaan antara keduanya. Rani mengetahui bagaimana kehidupan di Pesantren dari Fariz. Bagaimana cara belajar, kegiatan yang dilakukan, sampai ekstarkulikuler yang ada,  begitu juga dengan Fariz. Pembicaraan itu pun tidak hanya disitu saja, kadang mereka juga menanyakan kabar, atau hanya sekedar berbasa-basi untuk mengobrol.
            Pesan yang Rani kirim tidak dibalas oleh Fariz, satu jam, dua jam, dan seterusnya. Mungkin Rani mengatakan perasaannya di saat yang tidak tepat. Karena, sudah beberapa hari terakhir ini Fariz tidak menghubunginya. Rani tidak tau apa yang terjadi, tapi sudahlah tak apa bila perasaannya memang tak terbalas, ia terima.
--o0o--
            Fariz yang Rani kenal adalah seorang lelaki yang baik, mereka memang belum pernah bertemu, tapi dia yakin Fariz bukan orang yang jahat. Waktu itu memang pernah Fariz mengajaknya bertemu saat dia sedang mengunjungi kota Rani dan waktu itu sedang bulan puasa. Jujur, Rani merasa gugup begitu juga senang. Dia ingin sekali bertemu dengan orang yang dikenalnya hanya sebatas teks dan suara. Dia ingin berbincang langsung tanpa ada penghalang. Ya, Rani memang ingin melakukan itu. Tanpa berpikir panjang diterima ajakan Fariz, walaupun saat itu dia sedang tidak dirumahnya. Yang artinya mereka bebrbeda tempat lagi.
            Janji sudah ditentukan  bertemu pukul berapa, akan pergi kemana, semuanya sudah tersusun rapi. Waktu itu Rani sangat ingat mereka ingin bertemu pada hari Senin dibulan Ramadhan. Dia pulang ke rumahnya Minggu malam. Rani tidak bisa tidur membayangkan orang yang selama ini ditemuinya menggunakan perantara ‘Handphone ‘ bisa berdiri di hadapannya dan pergi bersama.
            Sesudah sahur Rani menanyakan kepastiannya, tapi tidak berbalas. Pikiran Rani saat itu positif, mungkin Fariz sudah tertidur. Ia pun tak menanyakannya lagi. Hingga sampai siang tak ada kabar dari Fariz, Rani mulai gelisah. Hingga muncul suatu pesan singkat dari Fariz dan bilang kalau dia tidak bisa menepati janjinya itu.
From: Fariz
‘Hari ini aku ga bisa ketemu kamu, maaf ya.’
           Perasaan Rani mulai kacau, ia sedih. Perasaannya hancur, mungkin satu pesan itu tidak penting. Tapi, Rani sudah banyak berharap.
To: Fariz
‘Oh ya udah, bisa lain waktu.’
            Walaupun kecewa Rani tidak mau menunjukan kekecewaannya ke Fariz, dia bersikap seolah-olah tak terjadi apa-apa. Rani tidak menanyakan kenapa Fariz membatalkannya, mungkin dia kecewa dengan apa yang telah terjadi. Fariz pun tak ada sikap untuk menjelaskan mengapa itu terjadi dan setelah itu tak ada pesan masuk lagi yang diartikan oleh Rani itu selesai.
--o0o--
            Sebulan telah lewat setelah kejadian itu, Fariz tidak menghubunginya lagi. Rani kecewa, bahkan saat lebaran pun tak ada satu pesan masuk dari Fariz untuk sekedar meminta maaf. Rani sudah berniat untuk melupakan Fariz dari pikirannya, seperti apapun yang akan terjadi.
From: 08579876XXXX
‘Assalamualaikum, gimana kabar kamu?’
            Pesan masuk dari nomer yang tidak dikenal. Jadi, Rani juga hanya membalas sekenanya. Dia pun tidak mempedulikannya, ditinggal handphonenya lalu kembali membantu ibu. Setelah sekian lama, Rani kembali melihat layar handphone-nya, ada 2 pesan baru.
Fariz   : ‘Ini aku Fariz, kamu lupa?’
Fariz   : ‘Kamu lupa aku ya?”
            Pesan itu sudah masuk sekitar 2 jam yang lalu, berbeda 2 menit setelah Rani membalasnya. Apa yang diinginkan orang itu? Datang begitu saja, Pikirnya dalam hati. Rani memang kecewa kepada Fariz, tapi tetap saja dia membalasnya. Perasaan dan otaknya mengirimkan 2 sinyal yang berbeda. Perasaannya mengatakan bahwa dia memang masih berharap pada Fariz, tapi otaknya sudah mengatakan kalau Fariz itu jahat sudah menggatung perasaannya begitu saja.
            Tak butuh berapa lama lagi Rani langsung membaca pesan dari Fariz, Orang yang dia tunggu akhirnya kembali.
Rani     : ‘Hai, aku baik.’
Fariz   : ‘Kamu hapus nomer aku ya?”
Rani     : ‘Engga.”
            Dan seterusnya, jelas Rani berbohong tentang yang satu itu. Waktu itu Rani berjanji untuk melupakan Fariz, jadi dia menghapus nomer Fariz dari Handphonenya. Rani tidak berani mengatakan itu. Jujur saja Rani takut Fariz kecewa. Rani masih berharap banyak tentang hubungannya dengan Fariz, jadi dia tetap saja berkomunikasi.
            Hingga akhirnya Rani tau, kalau Fariz waktu itu tidak bisa bertemu dengannya karena dia tidak enak untuk meminta izin ke orang tua yang rumahnya dia tumpangi. Dan meninggalkannya selama 1 bulan, karena dia takut kalau Rani marah, justu karena sikap Fariz yang begini membuat Rani kecewa.
            Masalah salah paham pun selesai, dan akhirnya mereka masih tetap berkomunikasi sampai saat ini, tanpa pernah bertemu. Rasa suka pun muncul untuk Fariz, Rani kagum dengan apa yang sudah di raih Fariz, Rani juga suka sikapnya Fariz, tapi dia hanya diam.
            Waktu itu, entah kapan Fariz pernah menelponnya, dan mengatakan kalau Fariz mau Rani jadi pacarnya, tapi tidak langsung di gubris oleh Rani. Karena Fariz orang pertama yang mengajak Rani untuk pacaran, Rani bingung dan gugup, tidak tau harus berkata apa-apa, lagipula mereka belum pernah bertemu.
            Fariz beberapa kali menyatakan perasaannya, tapi tak pernah digubris oleh Rani. Walaupun ia mau tapi dia takut salah langkah. Akhirnya mereka lebih nyaman tanpa status, Alasan Fariz bilang seperti itu karena Fariz ingin mereka terus berkomunikasi tanpa ada masalah, katanya kalau ada ikatan pasti bakal ada kata putus dan pasti akan menjauh., fariz tidak mau hal ini terjadi.
            Tapi diam-diam Rani tetap menyimpan perasaannya, dia juga masih sering menstalking akun-akun Fariz, setiap percakapan Fariz dengan orang lain tak lepas dari awasannya apalagi kalau ada sangkut pautnya dengan perempuan. Dia membacanya dengan serius. Sebenarnya Rani tau kalau Fariz itu memiliki hubungan dengan teman-teman perempuannya, tapi Rani tidak tau sedekat apa hubungan mereka.
--o0o—
            Setelah beberapa hari setelah itu, Fariz bilang kalau kondisinya sedang tidak baik, tapi bukan karena sakit. Rani tanya kenapa? Fariz tidak menjawabnya.  Sepertinya Fariz mempunyai masalahnya sendiri dan mungkin dia tidak mau bercerita. Anehnya pesan dari Rani tidak dibalas, sedangkan Fariz sering berganti-ganti foto profil dan status. Akhirnya Rani tau tanpa perlu Fariz cerita, dia sedang jatuh hati dengan orang lain tapi orang itu tak membalas perasaan Fariz.
            Ini sudah kesekian kalinya Rani patah hati dengannya, mungkin ini terakhir kali. Secara perlahan Rani akan menjauh, walau itu menyakitkan, karena tak mungkin dia memaksakan perasaannya kepada orang lain. Rani sadar, hubungan mereka hanyalah hayalan, jauh dari kata nyata. Rani sudah salah memilih, dia ingat kata-kata ‘cinta itu dipilih, bukan memilih.’ Rani memang salah, dia akan menjauh dan membenarkan hatinya.





Tulisan ini diikutsertakan Giveaway -Pameran Patah Hati-” 
70

Jumat, 15 April 2016

Bersama Raya

            Hae gaess, lagi-lagi gua mau post cerpen Bersama Raya. Maaf yah kalau lama-lama kaya cerita FTV alay yang ada di SC**, abis mau gimana lagi otak gua emang masih secetek itu, belum bisa bikin yang twice kaya yang dibikin orang-orang. Tapi mudah-mudahan kalian pada menikmati cerpen pertama buatan gua ini. Buat kalian yang belum baca sebelumnya, bisa cek disini.

5.     Lagi dan Lagi

Ujian semester sebentar lagi dimulai. Murid-murid sudah mulai sibuk mengerjakan tugas yang diberikan guru dan dikumpulkan setelah ujian nanti, begitu juga aku. Aku sibuk mengerjakan tugas sejarah yang soalnya sebanyak buku LKS. Buat kamu yang tidak tau buku LKS, aku kasih tau ya, buku LKS itu Lembar Kerja Siswa. Isinya seperti buku biasa, cuma banyak banget soal yang minta dikerjakan, dan kalau bukan karena tugas pasti tidak akan dikerjakan oleh murid-murid sepertiku. Soalnya aku lebih suka membaca novel yang tebalnya hampir 200 halaman lebih, dari pada harus mengerjakan LKS yang isinya hanya 100 halaman kurang.
            Biasanya kalau mau ujian semester seperti ini, hampir semua guru masuk ke kelas untuk mengejar materi yang ketinggalan. Jadi, tidak ada waktu luang untuk mengobrol atau bermain-main. Tapi aku heran, Angel masih saja sibuk dengan Kak Hengki, lama-kelamaan aku sebal juga dengan dia. Bukan, aku bukan sirik karena Angel punya pacar sedangkan aku tidak. Yang aku sebal dia hampir mengabaikan pelajarannya.
“Angel, ngel, jangan main hp ini pelajaran Bu Rani kalau kamu main hp nanti disita loh.” Kataku berbisik saat sedang pelajaran Sosiologi.
“Sebentar rin, aku lagi berantem nih sama Kak Hengki.” Angel tetap saja ngumpet-ngumpet  memainkan handphonenya.
“Terserah kamu deh, yang penting aku udah ngingetin ya.” Aku kembali memperhatikan Bu Rani yang sedang sibuk menjelaskan materi tentang Penelitian.
            Aku melihat papan tulis, di sana sudah tercatat rapi materi tentang Penelitian yang ditulis oleh Nindi, seorang sekertaris rajin kelas kami. Bu Rani yang notabene rajin juga tidak hanya duduk di meja guru, dia menjelaskan apa yang ditulis oleh Nindi. Jadi, kita lebih paham karena belajar secara visual dan audio.
            Bu Rani berjalan ke arah mejaku, Angel yang tadinya sedang bermain handphonenya langsung pura-pura menulis.
“Angel! Mana handphone kamu?” Bu Rani berdiri di samping Angel, tangannya mengadah meminta handphonenya Angel.
“Sa.. Saya ga main hp Bu.”
“Mana? Saya perhatikan kamu sibuk dengan handphone bukannya merhatikan saya. Kamu pikir saya cuap-cuap di depan kelas itu ngapain?”
            Aku melihat Angel, mengisyaratkan untuk memberi handphonenya.
“Ini bu, maaf ya..” Angel memberikan handphonenya.
“Anak-anak, pokoknya kedepannya saya tidak mau ini terulang lagi. Saat pelajaran saya tidak ada yang main handphone lagi.” Kata Bu Rani ada penekanan dikata ‘tidak’-nya.
“Baik bu.” Jawab-anak-anak kompak.
            Tidak berapa lama, bel istirahat berbunyi. Murid-murid berhamburan keluar kelas, ada yang mengunjungi temannya dikelas lain, atau ada yang jajan untuk menghilangkan rasa lapar.
“Irin, tadi aku salah ya?” Dengan suara yang pelan Angel bertanya padaku.
“Kalau menurut ku sih iya, kalau lagi  belajar emang sebaiknya jangan main hp.”
“Abis aku lagi berantem sama Kak Hengki. Aku kesel rin, dia kok kaya ngejauh dari aku, aku tanya ada masalah apa? Tapi dia ga mau jawab.” Mata Angel sudah mulai berkaca-kaca.
“Udah ngel, tenangin diri kamu dulu. Aku pikir Kak Hengki lagi sibuk buat ngerjain tugas-tugas ujian, kan kamu tau kita sebentar lagi mau ujian.”
“Masa iya alasannya sesimpel itu?”
“Aku pikir sih gitu.”
            Saat aku sedang mengobrol dengan Angel, Nindi sekertaris paling rajin memanggil namaku, katanya ada yang nyariin. “Irin, ada yang nyariin.”
“Iya, sebentar.”  Aku berlalu ke depan kelas tempat orang itu menunggu, Kak Raya ada apa dia kekelas?
“Hai ai.” Sapanya.
“Hai ka.” Kayanya sekarang aku udah lelah bilang ke dia kalau jangan memanggil ku ‘ai’, terserah apa maunya saja. “Ada apa?” sambungku.
“Ehm, kamu tau Hengki sama Angel lagi berantem?”
“Tadi Angel baru cerita ke aku.”
“Hengki minta tolong ke aku buat ngasih ini ke Angel, tapi aku ngasih ke kamu aja ya, nanti kamu yang ngasih ini ke Angel.” Dia memberiku sepucuk surat titipan Kak Hengki.
“Kenapa ga Kak Hengki aja yang ngasih sendiri?”
“Ga tau sih aku juga.”
“Oke deh, nanti aku kasih ini ke Angel”
“Sekalian aku juga mau ngasih ini ke kamu.” Kak Raya memberikan kotak berukuran sedang.
“Apaan nih?”
“Buat kamu dari aku.”
“Apaan?”
“Nanti kamu juga tau maksud ku.” Katanya “Ya udah aku balik ke kelas dulu ya, bentar lagi masuk. Daaah..”
“Iya, makasih Kak.” Kak Ray pergi, aku melihat punggungnya yang setengah berlari meninggalkanku. Jujur, aku penasaran dengan apa yang ada di dalam kotak itu.
            Aku kembali ke meja tempat aku dan Angel duduk. Angel sekarang sudah mulai tenang, dia sedang mengobrol dengan Dewo dan Ratih.
“Siapa Rin?” Tanyanya
“Kak Raya, oh iya ada titipan buat kamu katanya dari Kak Hengki.”
“Hah? Mana rin?”
“Ini.”
Aku memberi surat itu ke Angel, wajahnya seketika langsung berubah cerah. Dia langsung membuka surat itu dan membacanya. Aku tidak ikut membacanya, biarlah itu urusannya dengan Kak Hengki, aku tidak mau ikut campur.
Aku bukannya tidak mau tau tentang hubungan Angel dan Kak Hengki, tapi aku bukan orang yang kepo kalau ada sesuatu. Aku lebih suka kalau orang cerita dengan sendirinya tanpa perlu aku kepo nanya ini itu. Karena bagiku, kalau orang cerita tanpa dipaksa dia akan menberi tau semua yang dirasakan tanpa perlu ditutupi, karena memang butuh didengar. Kalian tau kan, tujuan orang curhat itu bukan untuk meminta saran. Tapi kadang hanya untuk didengar, dan kata Angel aku pendengar yang baik. Aku yakin pasti sebentar lagi Angel akan cerita padaku.
“Irin, ternyata bener apa kata kamu.” Kata Angel dengan suara serak, matanya berkaca-kaca.
            Oh iya, sebelum aku lanjut, aku mau ngasih tau kalau Angel itu orangnya terlalu ekspresif. Jadi kadang dia suka berlebihan dalam berekspresi, jadi mungkin ini akan sedikit lebay. Kalian sabar ya bacanya!
“Kenapa ngel?”
“Kak Hengki itu lagi sibuk dengan tugasnya, jadi dia ga selalu bisa buat ngabarin aku.” Dia memelukku, menangis di bahuku yang kering.
“Ngel, ga usah nangis. Kita lagi di kelas, kamu tau kalau kamu kaya gini nanti mereka kira kalau kamu itu bentar lagi mati loh. Oh iya, baju ku jadi basah kan.” Aku berbisik di telinga Angel, dengan suara yang ku buat menakutkan.
“Airin, kamu nyebelin.” Angel melepaskan pelukannya.
“Hehehe maaf ya ngel, kamu sih terlalu berlebihan, alay dasar.”
“Biarin. Rin, berarti aku terlalu posesif ya sama Kak Hengki?”
“Ya mungkin sih gitu. Aku saranin yah, kamu biasa aja. Kalau dia kabarin kamu ya kamu bales, kalau dia ga ngabarin kamu ya udah kamu tunggu aja. Nanti dia juga ngabarin kok.”
“Masalahnya sekarang adalah, gimana dia mau ngabarin aku? Hp ku kan ada di Bu Rani.”
“Oh iya ya. Sabar ngel.”
“Iyaaaa, rin btw kok kamu sok tau ya? Kamu kan pacaran aja baru sekali, kok sok ngasih ilmu buat aku sih?”
“Hehehehe aku sotoy aja, dari anime dan novel yang sering aku ikutin jalan ceritanya ya pasti kaya gini.”
“Makasih ya rin.”
“Ga dikasih apa-apa nih?”
“Nanti aku kasih duren 2 buah.”
“Ogah!!!”
            Angel sudah kembali seperti biasanya, guru pun sudah masuk ke kelas untuk memberi pelajaran selanjutnya. Aku mengambil buku di tas, dan memasukan sebuah kotak yang tadi dikasih Kak Raya. Kira-kira isinya apa ya? Penasaran juga deh. Nanti aja deh dibukanya kalau udah ada di rumah.
--oo—
            Lagi-lagi cuaca lumayan panas, sedangkan aku harus pulang sendiri. Angel tadi izin pulang duluan, soalnya dijemput sama ayahnya dan langsung pergi ke rumah neneknya yang sakit. Sebenanrnya Dewo ingin mengantarku pulang, tapi aku tolak soalnya eskul yang dia ikuti ada kumpul.
            Tadinya aku pulang bareng sama Nindi dan Ratih, tapi mereka sudah sampai rumah duluan. Meninggalkan aku sendiri, yang rumahnya jauh banget dari depan komplek. Ada motor yang berjalan pelan di sampingku, melihatku, lalu berhenti.
“Mau bareng ga?” Ucapnya, waaaah Kak Damar ternyata, untungnyaaa...
“Maulah!” Aku langsung naik motornya. “Ayo, let’s go!”
“Semangat amat sih, ga usah teriak-teriak napa.”
            Akhirnya sampai rumah juga, batin kuberkata. Ademnyaaa rumah. Aku turun dan segera masuk rumah.
“Aku pulang buu.” Aku masuk duluan, tidak lama disusul Kak Damar. “Aku pulang.”
“Eh, anak-anak Ibu udah pada pulang. Kok bisa bareng sih?”
“Tadi aku liat dia bu jalan pelan banget di depan komplek, kasian deh udah kaya gembel kurang makan.” Ledek Kak Damar
“Heh ka, enak aja. Aku kaya gitu soalnya jalan tau! Coba kamu jalan jangan naik motor, pasti tampang mu sama seperti ku.”
“Udah, udah, tuh kalian makan gih, Ibu baru aja selesai masak.”
“Okeeee.” Jawab ku dan Kak Damar kompak.
            Selesai makan dan ganti baju, aku bilang ke Ibu mau istirahat sebentar. Aku duduk di meja belajar, mengambil kotak dari dalam tas, lalu membukanya. Isinya ada sekotak pensil untuk ujian, yang sudah digambar-gambar dan diberi tulisan. Ini buatannya Kak Raya? Bagus juga pikirku. Kali ini tidak ada sebuah surat di dalamnya, hanya ada tulisan ‘ Semangat Belajar, Ai!”.
            Aku menyimpan kotak pensil itu, menaruhnya disamping jam weker berbentuk bulat bergambar Captain Amerika yang dia berikan juga. Aku mengambil handphone di tas, mencari sebuah nama dan mengirimkan pesan.
“Terima kasih hadiahnya (lagi).”

--oo--

30

Rabu, 13 April 2016

Akhir dari ini, Awal dari Segalanya

UN t’lah usai, UN t’lah usai
Hore... hore... hore
Buanglah tas dan buku mu
Sampaikan uneg-uneg mu
UN t’lah usai, UN t’lah usai
Hatiku gembira!
(Nyanyi pake lagu tasya, libur telah tiba)
           
            Itu dampak UN bagi perkembangan otak gua yang tidak seberapa ini, setelah hampir beberapa minggu dipaksa buat belajar dan sekarang ngaco. Iya ngaco, kerjaannya tidur, mikirin blog, makan, pup kalau kebelet, pokoknya gitu deh kalau liat buku males.
            Kekejaman sebelum UN-lah yang bikin lelah,  ada TO tiap minggu yang soalnya manis manja nan menggoda pengen ditinggalin, terus Ujian Praktek yang datang mengikuti, UAS yang tak mau kalah minta dijemput dan selang BEBERAPA HARI UN -shock- Dan setelah UN dateng, aku sibuk menjadi PENGANGGURAN.
Sumber: Google

            Sudahlah, biar itu berlalu dengan baik. Kali ini gua mau cerita aja pengalaman UN SMA yang pertama kalinya dan terakhir buat gua. Jadi tanggal 4 April kemaren Ujian Nasional datang menggemparkan dunia SMA dan sederajat, UN tahun ini dan tahun lalu ada yang berbeda. Soalnya kita menggunakan sistem UNBK (Ujian Nasional Berstandar Komputer) *gitu bukan sih panjangannya?* Jadi kaga ada tuh ngitem-ngitemin nama di kertas, waktu kita ga dibuang-buang deh jadinya.
maafkeun Bureum -__-

            Selagi UN berlangsung sekolah gua menerapkan tiga sesi, sesi ke-1 dimulai jam 7-9, sesi ke-2 dari jam 10-12, dan sesi ke-3 dari jam 14-16. Dan gua kebagian sesi-3, jahat emang, disaat yang lain pada bobo manis, gua malah jalan ke sekolah ngerjain ulangan.
            Hal terberat yaitu ketika nunggu jam 2 siang, gua bingung harus ngapain. Mau nonton tv males, soalnya banyak berita yang ngebahas Ujian Nasional, dan mereka ngomongin kegagalannya. Kan gua shock belum nyoba ketemu sama komputer udah nonton berita gitu, negatif thinking lah akuhh.
            Waktu itu ulangan hari pertama pelajaran Bahasa Indonesia, bisa sih ngerjain ya walaupun mata rada keriting gara-gara mantengin komputer dan lagi ceritanya banyak banget. Untung gua udah biasa blogwalking, jadi ga terlalu sakit matanya liat komputer mulu dan baca naskah yang panjang. Bedanya itu bahasanya baku banget woi! Gua keluar masih sekitar 1 jam-an sebelum waktu habis.
            Hari pertama berlalu dan lanjut hari ke-2, pelajaran geografi. Soalnya susah, lebih susah ini dibanding TO.  Buat yang bilang UN lebih gampang dari soal TO di postingan sebelumnya, kalian berbohong aku kecewa sama kalian :( Pas geo gua keluar setengah jam dari waktu abis.
            Mata pelajaran MTK yang ditunggu-tunggu pun tiba. Gua nyiapin belajar buat MTK itu lebih extra, malem-malem belajar, semua materi dipelajarin dan hampir gua ngerti. Pagi-pagi juga gua masih belajar, tapi apa hasilnya? Soal MTK-nya ga manusiawi, tega banget yang bikin soal. Gua menyelesaikan mtk 10 menit sebelum waktu habis.
            Hari ke-4 pelajaran sosiologi, materinya full hapalan, dan opsinya semuanya bener. Kita harus memilih jawaban paling bener diantara yang bener, rasanya gua pengen shalat tahajud mencari jalan yang terbaik. Gua keluar 15 menit sebelum waktu habis.
            Lalu bergulir pelajaran Ekonomi, soal ekonomi juga susahnya ga mau kalah. Lebih susah daripada MTK, akutansinya ga tahan rasanya pengen minta bantuin sama mba-mba manise teller bank. Waktu itu gua keluar 10 menit sebelum waktunya habis.
            DAN hari terakhir B. Inggris, emang dasarnya gua kaga ngerti Inggris kali ya jadinya males gitu. Udah gitu panjang banget lagi, kalau indo mah gua masih ngerti dah. Dan ini waktu paling lama gua ngerjain, sekitar 8 menitan mau abis waktunya gua baru keluar.
            Selesai deh semuanyaaa, oh iya waktu hari terakhir gua sama yang lain sempet ditahan ga boleh balik, ada penyuluhan dulu biar murid-murid pada ga coret-coretan. Masalahnya gini, kita mau coret-coretan kapan? Maghrib? Kan baliknya aja udah jam 4. Udah gitu telattt, disaat yang lain coret-coretan pada hari Rabu atau Kamis yang lalu, gua baru selasa kemaren kan udah basi yak? Sempet tuh gua murka waktu hari Rabu sama yang coret-coretan, gua ulangan baru 3 pelajaran dan masih ada 3 lagi, mereka malah udah selesai, kan KAMVRET -_____-
            UNBK itu punya kelebihan dan kelemahannya, kelebihan kaga ada adegan bulet-buletin yang banyak banget. Kelemahan itu soalnya beda-beda dari yang laen, ada sih yang sama tapi misalnya di gua no 7 nah di orang no. 11. Lama kalau mau nanyaaaa..
            Tapi namanya juga SOFTECH *ini nama kelas gua* mau ulangan mau belajar teuteup aja rame. Sampe-sampe ada pengawas yang bilang ‘kelas ini lebih rame daripada kelas yang lain’ kan maluuuu.
            UN selesai dan sekarang gua bener-bener gabut, bingung mau ngapain. Jadi pengangguran ga jelas, ini ga bisa itu ga bisa. Yah namanya juga manusia ga ada puasnyaa..
            Itulah kisah ku yang absurd-absurd ga jelas, maafkeun kalau tidak jelas. Gimana kisah UN kalian?
48

Kamis, 07 April 2016

Bersama Raya


Haii.. Lanjutan dari Bersama Raya, yang belum baca cerpen sebelumnya baca dulu ya.

4.     Bosan!


            Aku bosan! Hari ini Minggu, dan aku tidak punya kegiatan untuk pergi kemana-mana. Bahkan untuk bertemu dengan temanku, mengantar ibu belanja, atau nonton bioskop dengan Kak Damar. Biasanya hari Minggu tidak sebosan ini, kalau memang tidak ada yang mengajak keluar, aku akan menghabiskan waktu di depan laptop untuk sekedar menulis, membaca atau menonton anime. Tapi untuk hari ini, aku bosan melakukan itu semua.
            Aku keluar dari kamar, mencoba untuk mengamati keadaan sekitar. Ibu dan Ayah sudah tidak ada dirumah, sepertinya mereka sudah pergi kerumah om yang baru pindah. Masih ada Kak Damar, aku ke kamarnya untuk melihat apa yang sedang dilakukannya.
            Sepertinya Kak Damar sedang sibuk, dia bolak-balik mencari perlengkapannya, sambil mendengarkan lagu dari band favoritnya Blink-182. Volumenya menguncang kamar, aku sampai pusing sendiri mendengar lagu itu.
“Kak..” Panggilku, tapi tak ada jawaban. Aku mematikan lagu yang dia putar melalui handphonenya, dia yang sedari tadi sibuk mencari langsung berbalik melihat siapa yang mematikan lagunya.
“Kenapa dimatiin? Rusuh banget sih.” Omelnya
“Berisik tau.” Jawabku ringan lalu mendekatinya “Kak, mau kemana? Aku bosen nih.”
“Mau main basket di lapangan depan.”
“Oh, sama siapa?”
“Ya sama temen-temenku lah, kenapa, mau ikut?”
“Ga mau ah, panas.”
“Dih katanya bosen, tapi ga mau kemana-mana” katanya “udah ah aku mau berangkat.”
“Kak jalan-jalan aja yuk, kemana gitu, aku traktir deh kali ini.” Rayuku
“Nanti aja ya, sekarang kakak mau olahraga dulu. Dahhh adikku Airin tersayang, jagain rumah ya, dan selamat membuluk kebosanan...” Dia keluar dari kamarnya, sial, rayuan ku tak berguna.
             Aku duduk di sofa, melihat arah jarum jam, sudah pukul 10.15. Aku menyalakan televisi, mencari acara yang seru tapi tidak ada. Semua acara televisi membosankan,  sepertinya benar apa kata Kak Damar, aku akan membuluk kebosanan di rumah.
            Suara handphone berbunyi, tapi sepertinya suara itu jauh sekali. Aku mencari ke sekeliling ruang tv, tapi nihil, tak bisa ku temukan. Sumber suara handphone itu ada di kamar, aku segera berlari mengambilnya. Sudah ada misscall 2 kali dari Angel. Ketika aku mau menelpon balik, angel sudah duluan menelpon ku, kebetulan.
“Rin, temenin aku yuk.” Katanya dari seberang sana.
“Kemana?” Jawabku
“Ga tau, jalan-jalan aja.”
“Ayooo, kebetulan aku bosen banget nih di rumah.”
“Ya udah tunggu aku, 10 menit lagi aku sampe.”
            Handphone sudah dimatikan, aku masuk ke kamar, melihat bayanganku di cermin. Aku menggunakan kaos lengan pendek, rambut dikuncir kuda dan celana selutut. Ah, sudah tidak usah ganti baju, pasti tidak jauh juga.
            Tak sampai 10 menit Angel sudah mengetuk pintu rumah, aku melihatnya seorang dengan wajah setengah bule, mengenakan kaos pendek dan celana selutut sama sepertiku. Untung aku tidak ganti baju, pasti kita juga tidak akan pergi jauh. Dan dia membawa sepeda sebagai alat transportasinya.
“Cepet amat, belum 10 menit.” Ledekku
“Joki nih, ayo buruan rin keburu selesai.”
“Apanya?”
“Ikut aja..”
            Aku segera mengambil jaket dan topi, karena matahari sudah mulai menyinari dengan percaya diri. Mengunci rumah, dan langsung naik diatas pedal sepedanya Angel. Walaupun Angel cantik, tapi dia lumayan tomboy juga. Jadi tidak keberatan panas-panasan sambil menggunakan sepeda.
            Angel mengarah ke luar kompleks, tapi tidak benar-benar keluar. Dia membelokan stangnya, dan sampailah kita pada tempatnya. Lapangan Basket.
“Sampai.” Angel menyuruhku turun dari sepedanya.
“Kita ngapain kesini?” Tanyaku kesal.
“Aku emang mau kesini.”
“Kenapa ga bilang, kalau kaya gitu mending aku ga usah ikut.”
--oo—
            Aku duduk melihat sekeliling lapangang dengan kesal, bagaimana tidak? Percuma tadi aku menolak ajakan Kak Damar kalau ujung-ujungnya aku malah nyamperin ketempatnya, aku harus jaga-jaga takutnya nanti Kak Damar melihatku, kan aku males kalau diledekin sama dia.
            Babak pertama selesai, waktunya istirahat. Itu Kak Damar! Dia berjalan ke arahku. Aku mengumpat dibalik jaket yang ku pakai untuk menyembunyikan wajah, takut Kak Damar melihat. Tapi sepertinya percuma, dia langsung datang memanggil dan duduk dibangku sebelah.
“Eh rin, katanya ga mau kesini?” Tanyanya sambil meminum air mineral yang dibawanya dari rumah.
“Tau nih Angel, tadi ngajak aku jalan. Eh, taunya kesini.”
“Oh, gimana bosen ga di sini? Mau aku kenalin sama temen-temen aku?”
“Engga, ga usah deh kak.”
“Gapapa, siapa tau nanti kamu jadian sama temenku, kan aku juga yang untung dapet pj.” Jelasnya sambil tertawa.
“Kok rada jahat gitu ya ka?”
“Hahahaha bercandaaa.”
            Saat aku dan Kak Damar sedang mengobrol, seseorang dari belakang menepuk punggung Kak Damar, aku yakin mereka pasti sudah akrab. Ya, aku tau dari cara mereka menyapa. Dan aku tau dia siapa.
“Wedehh Bang Damar, makin keren aja sekarang.” Sapa orang itu heboh, seketika langsung bingung ketika melihat ku. “Loh ai, kamu ngapain disini?”
“Lah lu kenal adek gua ray?” Tanya Kak Damar heran.
“Engga Kak.” Jawabku cepat.
“Kita 1 sekolah, lebih tepatnya gua kakak kelasnya dia.” Jawab Kak Raya.
“Bohong Kak, dia ngaku-ngaku.”
“Lah jadi gimana?”
“Iya, dia kakak kelas aku.”
“Ngaku juga.” Ledek Kak Raya.
“Loh kok kalian bisa kenal?” Tanyaku heran
“Jadi gini rin dia nih si Raya kampret ini, dulu satu komunitas basket sama aku. Dia satu-satunya junior yang ga takut sama aku, dan ya gini sekarang akrab deh.” Kak Raya menjawab kebingungan yang tergambar diwajahku.
“Oh gitu.” Aku menganggukan kepala tanda mengerti.
“Kenapa ga dari dulu aja bang bilang kalau Airin adek lu, kan gua bisa, ehmmm gimana ya?”
“Mau ini?” Kak Damar mengepalkan tangannya.
“Adek lu galak-galak gemes sih bang, suka lah gua sama adek lu.”
“Udah ah, Kak aku mau nyamperin Angel dulu ya.” Aku berlalu, “Kak baik-baik jangan deket sama dia, dia itu aneh loh.”
            Aku berlalu pergi, malas mendengar ucapan Kak Raya. Pasti kalau aku tetap ada disana dia banyak ngomong yang aneh bin ga jelas. Aku ketempat Angel, tapi seperti biasa Angel sibuk dengan Kak Hengki, kadang aku bingung, sesayang itu kah Angel ke Kak Hengki, sungguh cinta itu buta.
            Babak ke-2 dimulai, Kak Raya yang tadi baru dateng ikut bergabung dengan tim Kak Damar, Kak Hengki juga masuk ke tim itu. Melihat mereka ber-3 sepertinya beda dari pada pemain yang lainnya, mereka memiliki aura tersendiri sebagai pemain basket. Dari postur tubuh mereka saja sudah terlihat bedanya. Kak Damar, Kak Raya, dan Kak Hengki memiliki tinggi yang lebih dari pada lawan-lawannya.
            Aku melihat pinggir lapangan, di sana banyak perempuan yang meneriakkan nama Kak Raya. Katanya sih emang Kak Raya ahli dalam olahraga ini, tapi aku belum pernah liat langsung dia sedang bermain basket. Jadi, aku kira itu bohong. Ternyata memang benar permainannya bagus, ku rasa lebih bagus dari permainan Kak Hengki. Saat Kak Raya menyerang musuh dengan teknik satu lawan satu, terlihat keren sekali, jujur aku malas mengakuinya tapi memang kenyataannya seperti itu.
Kekompokan tim mereka bagus, sehingga dari tadi bisa mencetak skor dengan baik. Satu persatu skor dicetak membuat rentang yang sangat jauh dengan skor lawan. Diwaktu 3 menit sebelum berakhir, ada lawan yang kesal dan mendorong Kak Raya hingga terjatuh. Perempuan yang tadi meneriakan namanya langsung histeris melihat idolanya jatuh, tapi ekspresi Kak Raya seperti tidak terjadi apa. Memang dasar orang itu, dia terjatuh bukannya menunjukan wajah kesakitan atau apa, malah tersenyum sambil mengacungkan jempol ke arahku, menunjukan kalau dia baik-baik saja. Aku terkejut, dan membalas senyumannya.
Permainan pun dihentikan dengan skor 35-20 pemenangnya adalah grup Kak Damar. Sebenarnya tidak ada hadiah dari permainan ini, hanya untuk melatih sportivitas dan meningkatkan kualitas para pemain. Terkadang memang ada yang terbawa emosi, karena memang suasananya seperti sedang tanding. Angel heboh berlari ke arah tempat para pemain sedang istirahat, tangannya penuh dengan minuman mineral yang baru dibelinya tadi di depan.
“YEY! Menang!” Angel teriak, “Nih minumnyaaaaaa...”
“Makasih leee..” Jawab Kak Hengki manis
“Kalian kok menggelikan gini ya?” Kataku
“Tau nih.” Kata Kak Damar
“Ai, kamu ga ngasih aku minum?” Tanya Kak Raya dengan suara yang manja
“Raya!” Jewer Kak Damar
“Emang enak?” Kataku sambil menjulurkan lidah
“Udah yuk kita pulang.”
“Ayo..”
            Aku dan Kak Damar izin pulang duluan, Angel? Ya pasti pulang dengan Kak Hengki. Di perjalanan menuju pulang, Kak Damar banyak tanya tentang Kak Raya ke aku, tapi aku tidak meresponnya, habis pertanyaannya berlebihan. Panasnya benar-benar sangat terik, cuacanya juga panas, seperti membakar kulit.
            Sesampainya di rumah aku baru sadar ternyata handphone ku tertinggal, saat aku cek sudah ada 2 panggilan tidak terjawab, dan 2 pesan masuk. Nomer yang sama, Kak Raya! Ah, orang itu memang punya percaya diri yang luar biasa.
Kak Raya : “Ai, kamu ga usah panik. Aku baik-baik aja kok.”
Kak Raya : “Tadi kamu terpesona ya ngeliat permainan aku sampe bengong gitu?”
Airin      : “Siapa yang panik? Aku ga panik tuh. Aku ga liat kamu, aku liat Kak Damar.”
Kak Raya : “Kok tadi pas aku jatoh, terus senyum ke kamu, kamu bales senyum aku?”
Airin      : “Senyum itu ibadah.”
Kak Raya : “Aku seneng liat senyum kamu.”
            Aku tidak membalasnya lagi, kalau diteruskan pasti bakal super tidak jelas. Aku lebih memilih tidur, suasanya enak untuk tidur.

--oo--
51