Besar, Kuat dan Pantang Menyerah Seperti Gajah

Senin, 02 Mei 2016

Bersama Raya

Hai, Bersama Raya muncul lagi setelah menghilang beberapa minggu. Setiap cerpen disini aku bikinnya udah dengan maksimal banget, tapi emang kemampuan aku aja yang kurang. Jadi, aku mau lanjutin Bersama Raya terus, sekalian buat belajar. Walaupun banyak yang salah aku harap kalian suka, selamat membaca! Yang sebelumnya ada disini.

6. Kencan Pertama

Pekan ujian pun tiba, semua siswa sibuk belajar semampunya. Iya semampunya, soalnya pasti nanti ada aja soal yang tidak dimengerti dan mungkin teman akan membantu. Begitu juga dengan aku, aku sudah belajar semampunya urusan bisa atau tidak, semua tergantung pada posisi duduk dan pengawas. Kamu mengerti maksudku kan? Tapi aku harap kamu jangan ikut seperti ini ya.
Disekolah, biasanya kalau sudah ujian semester duduknya suka digabung dengan kakak kelas atau adik kelas. Karena aku kelas 10, jadi pasti akan disatukan dengan kakak kelas, tidak tau kelas 11 atau 12. Aku masuk ke ruangan 16, di sana sudah terlihat banyak orang. Ada yang berkelompok, ada yang sendiri tapi topik mereka sama semua. Yups, pelajaran!
Aku duduk dibangku kedua dari belakang, cukup strategis juga pikirku.Tapi kakak kelas yang duduk di samping ku belum dateng. Aku takut juga, takutnya nanti yang duduk di sebelah ku galak, atau kalau engga dia nyebelin.
Aku liat Kak Raya memasuki ruangan, dan berjalan ke arah meja ku. Wajahnya terlihat bahagia, senyumnya mengembang. Tunggu dulu, aku duduk dengan anak kelas 11 IPS 3, ini kelas Kak Raya. Apa mungkin aku semeja dengan dia? Dan benar ternyata dia duduk disebelah ku. Aku dapat yang menyebalkan! Dia duduk di kursinya, melihat ku lalu tersenyum.
“Hai ai! Wah keren ya sekolah menyatukan kita.” Dia duduk dikursinya, memajukan duduknya hingga dekat dengan meja, melipat tangannya di atas meja, lalu kepalanya bersender ditangannya memandang ku.
“Huuhhhh...” Aku menarik napas panjang, “Kak aku mohon, selama seminggu ke depan bersikap biasa saja ya. Jangan bersikap aneh, atau nanti aku ga mau ngobrol.”
“Seperti kamu yang biasanya, tetep galak.” Ucapnya, “Aku usahain kamu senyaman mungkin duduk dengan ku.”
“Oke.”
            Bel berbunyi, tanda ulangan akan dimulai. Pelajaran pertama pendidikan agama, aku mengeluarkan tempat pensil pemberian Kak Raya. Dia melihat ku dengan tatapan ‘Hei, kamu suka ya dengan pemberian ku.’ Aku tidak mau menggapinya, aku membagikan soal kebelakang. Sampai bel habis, aku mengumpulkannya. Aku lancar mengerjakannya, Kak Raya juga sama. Waktunya istiahat, Kak Raya mengajak ku ke kantin.
“Kantin yuk ai, jajan.”
“Ayo.” Aku menerima ajakannya, kebetulan aku lapar.
            Sesampainya di kantin dia duduk dan memesan es jeruk, 2 tentunya untuk ku juga. “Ai, kamu mau bakso pakde Ndut?”
“Ga ah ka, libur dulu.”
“Tumben, jajan biasa aya yaa? Kamu mau apa?”
“Aku mau somay, mau nitip?”
“Aku aja yang beli.”
“Aku aja, pesanan untuk ku hanya aku yang mengerti.”
“Aku ikut.”
“Engga di sini aja, jagain tempat duduk nanti diambil orang.”
“Oke, aku nitip ya.”
“Apa aja?”
“Sama kaya kamu.”
            Aku berlalu, membeli somay. Butuh pengorbanan untuk membelinya, karena kantin rame sekali. Dan tak sampai beberapa menit aku dapat yang aku inginkan, kebetulan postur ku kecil jadi gampang nyelip hehehe.
“Nih”
“Makasih”
“Yo sama-sama”
“Pesenan kamu enak ai.”
“Halah lebay, emang rasanya aja kaya gini.”
“Emang iya ya? Aku mah ngerasain ada rasa spesial, soalnya yang beli kamu.”
“Sekali lagi kaya gitu, aku tinggal loh ka.”
“Hehehehe iya ampun.” Katanya, “Tempat pensil dari aku kamu pake.”
“Iya hehehe, bagus, makasih Kak.”
            Setelah selesai, bel masuk berbunyi. Waktunya pelajaran kedua, matematika. WOW aku excited, tapi bohong.  Guru masuk ke ruangan dan memberikan soal yang sangat tidak aku tunggu-tunggu. Aku mentok, kepala ku rasanya ingin meledak, deretan angka dan huruf yang kalau dilihat ibarat tulisan anak alay. Aku pusing! Aku sibuk tengak-tengok kanan-kiri secara perlahan agar tidak mencuri perhatian pengawas.
            Aku melihat Kak Raya, dia masih sibuk bergelut dengan soalnya. Tapi tunggu, wajahnya tidak mengeluarkan ekspresi seperti ku. Dia santai saja mengerjakan soalnya dengan baik, orang seperti apa dia. Dari 10 soal essay aku hanya bisa mengerjakan 3 soal, bahkan kalau dilihat nilai ku kurang dari setengahnya. Aku berusaha memanggil Dewo, ya bisa dibilang otak Dewo dipelajaran ini ada di atas ku.
“Dewoooo...” Aku memanggilnya secara berbisik, bukannya Dewo yang nengok malah Kak Raya. Dia memelototiku. Apa sih dia itu? Tidak tau apa nilai MTK ku terancam kalau dia seperti itu.
            Dia mengisyaratkan untuk melihat kertas coret-coretannya yang tadi diberikan guru, aku melihatnya, disitu tertulis. “Ai diam, nanti aku bantu kamu ngerjain. Jangan panggil si Dewo-Dewo itu.” Aku hanya bisa diam menunggunya, selesai mengerjakan ujiannya itu.
            Tangan kiri ku menopang dagu, sementara tangan kanan ku pura-pura menulis agar tidak diomeli guru. Tiba-tiba Kak Raya mendorong tangan ku yang sedang menopang dagu, aku ingin marah tapi mau gimana dia kan mau membantuku.
“Mana soalnya ai?” Dia berbisik. Kamu harus tau, ruangan ini sangat sepi, tidak ada yang bersuara, hanya ada suara kresek-kresek orang menulis.
            Aku memberinya soal, dia langsung mengambil dan mengerjakannya. “Jangan asal-asalan ya Kak.”
            Ku lihat dia, kelihatannya dia tau soal-soal itu. Dia sigap mengerjakannya, seperti orang yang tau dan paham. Aku percaya saja padanya, tidak mungkin dia mau menjebakku. Satu persatu soal dia kerjakan dengan baik, dan setiap dia telah selesai langsung meberikan jawabnnya padaku, dan aku menyalinnya. Hingga sampai soal terakhir, dan selesai.
“Hai Kak, makasih ya sudah membantuku.”  Ucapku lagi-lagi dengan berbisik dan dia menjawabnya dengan senyuman, manis.
            Waktunya dikumpulin, akhirnya MTK sudah terlewati dan waktunya pulang hohoho.. Kak Raya berdiri, merapihkan tasnya.
“Kamu pulang bareng aku yaa.”
“Enggah ah ka, makasih.”
“Aku maksa, anggep aja ucapan terima kasih kamu karena aku udah ngerjain soal kamu tadi.”
“Shuttt, iya iya ayo pulang.” Aku menaruh terlunjuk di depan bibir, lalu menariknya keluar dari kelas. “Jangan kenceng-kenceng dong ngomongnya, malu-maluin tau.”
“Maaf ai.”
            Aku pulang diantar Kak Raya untuk pertama kalinya, dan kedua kalinya aku dibonceng Kak Raya. Kali ini dia membawa motornya dengan kecepatan yang rendah, tidak seperti waktu itu.
“Kamu kalau ada apa-apa minta tolongnya ke aku aja.” Katanya ditengah bisingnya jalan.
“Apa Kak?”
“KAMU KALAU ADA APA-APA MINTA TOLONG KE AKU AJA.” Katanya teriak.
“Oh, iya-iya makasih.” Aku kayanya budek juga deh.
“Rumah kamu yang mana ai?”
“Itu di depan, yang warna pagernya hitam.”
“Oke.”
            Akhirnya sampai depan rumah, saat aku turun Kak Damar keluar dari rumah. “Eh rin, pulang sama siapa?” Tanya Kak Damar, sebelum Kak Raya membuka helmnya. “Oh lu Ray.”
“Hehehe, kaga kuliah lu bang?” Tanya Kak Raya
“Engga, libur, masuk dulu sini ray, panas kan di luar?”
“Engga Kak, dia mau pulang cepet-cepet, tadi bilang sama aku. Iya kan Kak Raya?” Kata ku panik.
“Kamu bohong ai, aku kan ga bilang gitu sama kamu.” Jawab Kak Raya pelan.
“Airin, ga ada yang ngajarin kamu bohong.” Kata Kak Damar marah.
“Ya udah gua balik dulu ya bang, ai aku pulang.”
“Mampir sini ray!”
“Engga deh bang, makasih.”
“Kak Raya, maafin aku.” Kata ku menyesal.
“Iya gapapa kok.”
“Kak bentar.” Aku masuk ke dalam rumah, salim dengan Ibu menaro tas di kamar, lalu balik lagi ke depan.  “Kak, aku ikut.”
“Ngapain?”
“Temenin aku bentar ya?” Aku jalan ke arahnya, dia mengangguk, aku langsung naik ke atas motornya lagi. “Kak Damar, aku pergi dulu ya.”
“Yeee bocah, bukannya dari tadi, nyusahin orang aja.”
“Gapapa sih bang.”
            Kak Raya menjalankan motornya, tapi aku tau dia pasti bingung deh mau kemana. Aku suruh dia minggir dulu, mau ngejelasin “Kak Maaf ya tadi, oh iya kita jalan-jalan yuk?”
“Kemana?”
“Ga tau sih, terserah aja. Anggep aja ini ucapan terima kasih aku gara-gara tadi kamu udah bantuin aku.”
“Kalau aku nganggepnya ini kencan pertama kita gimana?”
“Ehm, gimana yaaaa? Terserah aja dehhhh...”
“Oke, kita ke Mall Kenanga aja ya nonton, kebetulan ada film yang mau aku tonton.”
“Film apa?”
“Batman vs Superman.”
“Ayo nonton, banyak yang bilang itu seru. Aku batman yaaaaa...”
“Aku sih aturan.”
“Aku.”
“Ya udah, aku ngalah, itu kamu deh.”
“Okeeee... Ayo jalan Kak, panas tau”
--o0o--
            Sesampainya di bioskop aku duduk menunggu Kak Raya membeli tiket, ternyata rame juga yang nonton ya. Aku harap kita kebagian tiket, Kak Raya berjalan ke arah ku, wajahnya menunjukan rasa kecewa.
“Ai, tiket yang buat jam 3 abis.”
“Yahhhh.. gimana dong ka? Kalau ngambil yang jam 5 ke sorean. Aku tadi bilangnya kan Cuma sebentar sama Kak Damar.”
“Ya udah kita ga usah nonton deh, jalan-jalan aja ya?”
“Iya deh, mau kemana?”
“Makan yuk, kamu laper ga?”
“Lapeeeeeer banget.”
“Mau kemana?”
“Terserah deh Kak.”
“Kita ke tempat biasa aku makan aja ya?”
“Iya.”
            Motor yang kami naiki keluar dari parkiran Mall Kenanga, berjalan ke arah utara, dan berhenti disebuah kafé . Lumayan rame juga, banyak anak seumuran ku berada di sana. Aku yakin pasti tempat ini murah, dan pasti wifi-nya kenceng. Soalnya aku dan temen-temen ku kalau nyari tempat yang seperti ini.
            Aku berjalan di belakang Kak Raya, sepertinya dia sudah sering ke sini. Soalnya hampir semua orang yang dia lihat pasti dikenalnya. Ada seorang perempuan ku kira lebih muda dari ku, dia nyamperin Kak Raya dengan nada yang manja.
“Hei Kak, kok udah lama ga kesini sih?” Tanya perempuan itu dengan suara manja yang dibuat-buat.
“Hehehe maaf ya, aku lagi sibuk sama sekolahan nih.” Kak Raya juga sepertinya sudah terbiasa dengannya.
“Terus ini siapa?” Matanya melirik ke arah ku, lumayan sinis juga.
“Kenalin aku Airin, tem-“
“Pacar ku.” Katanya ngasal, “Aku duduk di sana ya.” Lalu menarik tangan ku.
            Tempat kami duduk sekarang terletak di pinggir jendela yang mengarah ke jalan, dari sini semua yang ada di luar jendela terlihat jelas. Ornamen-ornamen kapur yang ditulis-tulis juga memenuhi tempat ini, tempat yang bagus.
“Hei ai.”
“Ya, ada apa?”
“Jangan bengong aja.” Kak Raya megambil menu yang ada di pinggir meja “Tadi itu Maura, saudara sepupu ku.”
“Oh..” Jawab ku ringan, “Oh iya, apa maksud kamu bilang kalau kita pacaran?”
“Ga ada maksud nanti juga gitu.”
“Terserah”
“Jadi kamu mau makan apa?”
“Aku mau... Tiap makanan yang kamu pesen dikaliin 2 aja ya.”
“Yeee, kirain mau pesen apaan.”
“Hehehe aku ga ngerti Kak.”
            Makanan datang,gila ini sih bukan makanan buat 2 orang, tapi buat 1 kampung! Ada berbagai macam makanan tersedia di meja.
“Hey ka, ini kamu yang bener aja? Ini mah makanan buat 1 kampung bukan buat 2 orang.”
“Aku makannya banyak loh, terus kan kamu bilang apa yang aku pesen dikali 2.”
“Tapi ga gini-“
“Udah makan aja ai, kamu gendut juga aku tetep suka.”
           Apa-apaan sih dia? Kamu harus tau, meja ini penuh dengan makanan. Ada ayam, kepiting, mie, sayur, sekalinya ini makanan untuk 2 orang mungkin cukup untuk 2 hari. Kak Raya mulai memakan makanannya, baru kali ini aku jalan dengan laki-laki hanya berdua. Biasanya kalau bukan bareng-bareng sih tidak pernah, buat kamu yang tanya aku udah pacaran atau belum, aku jawab belum. Puas?
            Dan ternyata benar, dia makannya banyak juga. Padahal kalau di sekolah dia makannya tidak sampai sebanyak ini, aku melihatnya ingin tertawa.
“Pelan-pelan Kak.”
“Hehehehe maaf, maaf ai. Aku laper, kamu juga makannya harus kaya aku dong. Ulangan matematika tadi di sekolah cukup membuat ku laper.”
“Iya ya, tadi kamu harus ngerjain 2 soal, gara-gara orang yang di depan kamu sekarang bodoh banget, sampai-sampai ga bisa ngerjain dan nyusahin kamu.” Aku tertawa.
“Siapa yang bilang kamu bodoh? Mau aku tonjok ya orangnya. Kamu ga bodoh kok, orangkan punya kekurangan masing-masing.”
“ Ya mungkin itu salah satu dari kekurangan ku. Terus kalau gitu kekurangan kamu apa Kak? Kamu jago main basket dan olahraga-olahraga lain, pinter, ya ku akui kamu juga ganteng, baik, ramah, jadi apa kekurangan kamu?” Kata ku, sendok yang tadi aku pegang ku taro, lalu menopang dagu melihat ke arahnya.
“Kamu berlebihan menilai, aku ga sebagus itu kok. Aku masih suka nyontek kalau pelajaran sejarah, aku suka ngupil dan meper ke bawah meja kalau kamu izinin, aku bisa marah besar kalau ada yang menggangu kamu, aku orang yang sangat pemalas.” Jelasnya tangannya bergerak-gerak di udara saat menjelaskan.
“Hahaha itu sih normal Kak.”
“Kamu lebih normal dibanding aku.”
“Iyalah, aku masih mending ga suka ngupil terus meperin dibawah meja, aku mah langsung aku buang gitu aja.”
“Samanyaaa...”
“Seenganya aku ga ngejebak orang lain.”
“Iya, iya kamu lebih keren dibanding aku.”
“Iyalaaaaahhh...”
“Makanya aku suka kamu, tapi aku ga suka kalau kamu deket sama Dewo. Aku cemburu!”
“Emang kenapa? Padahal biasa aja loh.”
“Dewo tuh orangnya kalau diliat-liat sama kaya aku, dia bakal gangguin kamu supaya kamu bisa deket sama dia.”
“Tapi dia lebih normal dari kamu. Tunggu, jadi kamu gangguin aku itu strategi biar aku deket sama kamu?”
“Iyalah ngedeketin cewek segalak kamu harus pake strategi tau!”
“Terus nanti kalau aku udah ga galak kamu ilangin strategi itu?”
“Kalau udah kaya gitu beda strategi, aku bakal buat kamu juga suka sama aku hahaha..”
“Makan aja yuk aku laper.” Aku kembali mengambil sendok yang tadi aku taro dan memakan makananku kembali dengan gaya Kak Raya.
“Itu gaya makan ku, jangan ngikutin.” Katanya, kembali ke posisi makannya.
“Aku laper, butuh asupan gizi yang banyak buat jadi galak. Galak juga butuh energi tau!”
“Oke, kita balapan.”
“Siapa takut?”
            Aku dan Kak Raya, sibuk memakan makanan sebanyak itu dengan gaya seorang kuli yang tidak makan seminggu. Berantakan parah. Beberapa menit kemudian, hampir semua piring yang ada sudah lenyap. (Bukan piringnya, makanannya tapi yaaa) Kenyang banget, dan seneng banget.
            Untung tempat pilihan Kak Raya tidak terlalu ramai, berbeda dengan tempat yang lain. Kalau ramai mungkin aku keluar kafé ini menggunakan sarung yang menutupi satu muka, sumpah ini malu banget.
“Kalau aku makan kaya tadi kamu ilfeel ga?” Tanyaku sambil merapihkan mulut.
“Enggalah, justru aku seneng aku punya temen.”
“Jelek kok ngajak-ngajak?”
“Aku ngajak kamu ini, kamu kan ga bisa jelek ai.”
“Bodo amat Kak.”
            Selesai makan, aku mengajak Kak Raya pulang soalnya jam sudah menunjukan pukul setengah enam. Langit sudah gelap, jalan sudah mulai ramai dipenuhi dengan para pekerja yang baru pulang, dan kafé ini tentu makin rame.
            Aku duduk di jok belakang, lagi-lagi Kak Raya membawa motornya pelan. Mungkin ini efek kekenyagan, maat jadi ngantuk. Suara adzan maghrib sudah mulai terdengar berkumandang, menandakan gelap akan datang. Motor memasuki komplek, menuju rumah dengan pager bercat hitam. Sampai rumah juga akhirnya. Aku turun.
“Sampai juga.” Ucap ku
“Iya, kamu belajar ya, inget besok masih ulangan. Jangan tidur dulu pokoknya!”
“Iyaaaaa Kak, makasih ya.”
“Sama-sama, aku pulang dulu ya, kamu masuk gih aku tungguin.”
“Hati-hati kak, dah”
            Aku membuka pintu pagar dan masuk kedalam. Terdengar suara motor pergi meninggalka rumah. Di ruang keluarga ada Kak Damar dan Ibu sedang menonton televisi. Pasti mereka nunggu ayah pulang.
“Kalau udah jadian bawa ke rumah lah rin.” Ledek Kak Damar
“Iya nih, Airin kok gitu sih rahasia-rahasia.” Ibu ikut menimpali
“Ibuuuuu, kok ikut-ikutan Kak Damar sih? Udah ah, aku ke kamar dulu yaa..”
            Aku segera mandi, dan tak lupa untuk belajar. Siap-siap untuk ulangan besok, jangan sampai malu lagi di depan Kak Raya.

--o0o--
21

21 komentar:

  1. Ciee ciee kak Raya, kemarin aku udah baca cerita yang satunya.
    Serius kalian makannya kalap kayak kuli? untung ya sepi, coba kalau rame pasti malu :)
    Itu ibu ikutan godain juga hahahhaa Kak Damarnya lucu, minta Raya datang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wahh makasih loh kak udah bacaa :))
      Hahaha kak Raya mah emang gitu, biarin ajaaa..

      Hapus
  2. Itu sebenernya si ka Raya bawa motor pelan bukan efek kekenyangan terus jadi ngantuk. Tapi dia pengen lama-lama, biar bisa berdua. Wkwkwk :D

    BalasHapus
  3. Nad, mengenai tulisan udah Pange jelasin. Jadi, mengenai isi lagi yg belum. XD

    OKe, makin ke sini Kak Raya agak terkesan maksa banget biar jadi Pacar Ai. Tapi, Ainya gak mau sampe ngerasa gitu. Duh.. pertikain hati yang panjang ini.

    Belum lagi Ibu dan Damar ikut-ikutan ngeciyein Ai.. Lengkap deh... Keknya Endingnya bisa dibua twees nih. :D Ditunggu kelanjutannya Nad.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oke makasih pange atas penjelasan tulisannya hihihi :D
      Kelanjutan ya? masih dipikirin nih.

      Hapus
  4. Gemas liat di(tempat) digabung #malahngomenintypo

    Gue belum baca cerita sebelumnya tapi kayaknya si Ai ini bohongin perasaamnya sendiri gak sih? Sedangkan si Raya kepedean, muehehe.

    BalasHapus
    Balasan
    1. #makasihkomenantyponya

      iya kira-kira sih gitu wkwk

      Hapus
  5. Ini kak Raya yang agresif buat ngedeketin Airin apa Airinnya yang gak peka sama kak Raya, kak Raya udah ngasih kode-kode banyak banget lho kek kode ujian gitu.

    Bayangin cerita gini rasanya gampang banget ya, tapi di kehidupan nyata gak segampang ini. Pas ujian bisa dapet kakak kelas keren yang pinter eh di kehidupan nyata malah kebalikannya. Ya udah deh ditunggu updatenya, btw kalau kata "di" yang menunjukan tempat itu dipisah kek "di sekolah" gitu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ga tau saya juga apa jalan pikiran mereka.

      Iya, sampe bisa dapetin kakak kelas yg keren dan pinter duduk di sebelah aja udah bersyukur banget hehe :D Siap-siap, makasih infonya XD

      Hapus
  6. aku juga jadi malu baca cerita tentang kak raya.. hihihi.. betewe skrang masih sekolah ya? *dasar kepo -___-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan gitu nanti kak raya jadi malu, udah lulus donggg..

      Hapus
  7. Kayak sinetron plus ftv. Pas lagi ujian bisa duduk bareng gitu, hanya ada di ftv... wkwk

    Selain itu kak raya pinter bgt plus baik ya. Mau2nya bantuin ngerjain. Di tunggu kelanjutannya deh ya..

    Pokoknya ini ftv banget deh. Hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Beneran kok, kenyataan kalau ulangan semester duduknya sama kakak kelas.

      Okee, nanti ga terlalu ftv wkwkw

      Hapus
  8. Cihiiiir Ai sama Rayaaaa ihiiiy :p wkwkwk :D

    BalasHapus
  9. Tata tulisnya banyak yang kurang pas, bikin gatel pengen ngebenerin, hehe

    Btw, gue belum baca cerita selanjutnya.. kalo buat ditulis di blog, gue rasa postingan ini terlalu panjang. Jarang ada yang betah baca tulisan blog panjang2..

    Untuk dialognya kalo bisa jangan dijembreng gitu, kayak jadi drama jatuhnya. Panjang banget ke bawah.

    Btw, bisa nulis sepanjang ini udah keren banget. Makin kesini pasti makin cihuy tulisannya.. semangat~

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe banyak yg kurang yaaa?

      Siap- siap nanti diperbaikii.

      Makasih bang edotz.

      Hapus
  10. Raya ini cowok ya? kirain seorang cewek :D

    BalasHapus

Jangan lupa komentarnya ya, pembaca yang baik itu yang meninggalkan jejak loh. Nanti aku anggep yang ga ninggalin jejak ngefans sama aku, mau?